5.1.13

a post by mas Yunus Kuntawi Aji.

"Suatu hari saya berada di situasi yang sulit. Kuku saya sudah panjang dan rasanya ga nyaman banget ngapa-ngapain dengan kuku yang panjang. Solusinya sebenernya simple aja, yaitu mengguntingnya dengan gunting kuku. Yes, tapi masalahnya adalah saya lupa di mana menaruh gunting kuku itu. Saya biasanya menaruh di laci dekat meja komputer agar mudah diambil. Ternyata di sana, tidak ada. Di lemari, tidak ada. Di kulkas (?), tidak ada. Di semua tempat di rumah tidak ada.
Akhirnya saya bertanya ke teman-teman saya di mana saya bisa membeli gunting kuku. Karena berlama-lama membiarkan kuku saya panjang itu rasanya nyiksa banget. Ada yang bilang dijual di abang-abang penjual di kereta ekonomi, lalu ada yang bilang ada yang jualan di jembatan penyeberangan Salemba. Kemudian obrolan dengan teman itu berlanjut ke jenis gunting kuku seperti apa yang sebaiknya saya pakai. “Nanti lo beli yang warnanya emas aja. Soalnya dia bahannya lebih kuat dan ga cepet rusak,” ujar Oknum S mencoba meyakinkan saya. “Oh oke, gue memang pernah punya pengalaman dapet gunting kuku dari kondangan warna abu-abu dan itu rusak sekali pake.”
Demikianlah, hanya karena kehilangan sebuah gunting kuku saja, wawasan saya terhadap gunting kuku menjadi bertambah. Gunting kuku yang biasanya terlupakan dan hanya saya lirik ketika dibutuhkan, akhirnya bisa saya ketahui setiap detail tentangnya. Saya akhirnya membeli gunting kuku baru, bukan di tempat yang diberitahukan oleh teman saya itu, tapi di sebuah toko kecil di stasiun dekat rumah.
Kita seringkali melupakan sesuatu sebelum akhirnya membutuhkannya. Jika itu berupa barang, mungkin tidak terlalu masalah. Lalu bagaimana kalau itu berkaitan dengan hati manusia? Pernah ga, didekati seseorang hanya saat dibutuhkan? Pasti pernah banget dong. Atau sebaliknya, ketika kita sedang membutuhkan suatu bantuan dan akhirnya berujung pada seseorang yang bisa membantu kita (dan sesungguhnya orang itu hampir punah dalam ingatan kita), kita pun dengan sungkan meminta bantuannya. Pada kondisi ini, yang terjadi adalah interaksi ego antara si peminta bantuan dan si pemberi bantuan.
Si peminta bantuan harus menekan rasa sungkannya karena sudah lama tidak berinteraksi (apalagi sebelumnya tidak kenal dekat) dengan rasa keterbutuhan terhadap si pemberi bantuan. Sedangkan si pemberi bantuan harus menekan ego untuk dibutuhkan (dan dilupakan) dengan norma tolong-menolong yang berlaku di masyarakat. Kalau keduanya sama-sama tidak bisa menekan egonya, maka tidak terjadi bantuan yang diharapkan. Si peminta bantuan tidak mau meminta bantuan, si pemberi bantuan tidak tahu kalau dia diharapkan bantuannya. Bagaimana kalau salah satu saja yang tidak bisa menekan egonya? Tetap tidak bisa berjalan. Jika ego peminta bantuan tidak bisa ditekan, maka seperti kasus sebelumnya. Kalau ego pemberi bantuan tidak bisa ditekan, maka meskipun si peminta bantuan memelas-melas, tetap ia tidak akan terbantu.
Maka agar bantuan itu terjadi, kedua belah pihak harus menekan egonya masing-masing. Si peminta bantuan harus introspeksi diri bahwa hal yang dilakukan selama ini terhadap si pemberi bantuan adalah salah. Menjaga silaturahmi adalah suatu keharusan. Ali bin Abi Thalib berkata, “Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapatkan banyak teman tetapi menyia-nyiakannya.” Karena manusia itu bukan benda yang bisa dilupakan seenaknya, tetapi memiliki hati yang harus dijaga interaksinya. Sedangkan dari sisi pemberi bantuan, janganlah melihat bahwa si peminta bantuan hanya baru datang ketika dia ada maunya. Tetapi lihatlah bahwa dirinya seperti cahaya, yang selalu dibutuhkan ketika orang lain berada dalam kegelapan, dalam kesulitan. Jika ego masing-masing bisa ditekan, maka tolong-menolong dari siapapun untuk siapapun akan terus terjadi. Dengan inilah kebaikan di dunia akan terus abadi."

yah, jadi sebenernya itu semacam copy paste dari blognya mas kuntawiaji sih hehehe. tapi karena hikmah dibalik tulisan itu sebenernya yang saya cari. saya jadi sadar, betapa berdosanya saya sudah menyia-nyiakan beberapa teman saya, meskipun bukan saya yang memulai perkenalan, tapi toh mereka juga teman-teman saya. maafkan saya ya, teman-teman. semoga jika suatu saat saya membutuhkan bantuan kalian, kalian tidak berpikir dua kali untuk membantu saya, kecuali memang bila kalian tidak sanggup. maafkan saya, ya. :) 
oh iya, kalau pengen tahu tulisan aslinya, langsung aja nih ke link post-nya, saya ambil dari dashboard tumblr saya karena kebetulan saya follow mas Yunus di tumblr, dan alhamdulillah saya di followback lho ahahaha:)) nih monggo link tulisan aslinya http://kuntawiaji.tumblr.com/post/39716721027

No comments:

Post a Comment